Hingga saat ini (18/10) nilai tukar dolar AS terhadap rupiah tembus di angka Rp 15.181. Angka ini mengalami kenaikan dari puncak sebelumnya pada 9 September 2018, yaitu sebesar Rp 14.979. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar ini bukan yang pertama kali dialami Indonesia. Pada Oktober 2017, nilai tukar rupiah menyentuh Rp 13.528 setelah sebelumnya di Juni 2015, nilai tukar rupiah mencapai titik Rp 14.271. Situasi perekonomian internal Amerika hingga perang dagang disebut menjadi beberapa faktor pelemahan rupiah ini.
Bagi kondisi perekonomian nasional, pelemahan rupiah mengancam beberapa perusahaan, terutama perusahaan di sektor manufaktur dan perusahaan yang memerlukan bahan-bahan impor pada proses produksi. Namun bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) Indonesia yang memanfaatkan bahan baku lokal dan memasarkan produk di dalam negeri, momentum ini dapat menjadi peluang bisnis. Sektor UKM yang rata-rata memberdayakan sumber daya lokal, baik dari SDM maupun bahan baku, menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dan meningkatkan pendapatan nasional negara.
Sebagai salah satu pilar utama penopang perekonomian nasional, UKM Indonesia juga harus berkembang dan mempersiapkan diri menghadapi kondisi perekonomian global yang berdampak pada pelemahan rupiah. Apa saja yang perlu dipersiapkan oleh UKM?
Untuk mendorong peningkatan kualitas produk UKM, pemerintah menetapkan standarisasi nasional berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diharapkan memacu UKM untuk memiliki kualitas produk yang konsisten dan siap bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri. Badan Standarisasi Nasional (BSN) pun telah berkomitmen untuk membantu UKM untuk mengurus sertifikat SNI. Kualitas produk UKM yang bersaing akan memperkuat preferensi masyarakat memilih produk lokal dibanding dengan produk luar negeri.
Menjaga kualitas tidak hanya mencakup pada kualitas produk dan kemasan, tetapi juga kualitas karyawan, ketepatan produksi dan ketersediaan barang, hingga distribusi. Pengalaman berbelanja produk UKM yang berkualitas akan membuat konsumen lebih senang mereferensikan produk tersebut kepada teman dan kerabat lainnya.
Di era digital ini, UKM dapat memaksimalkan kehadiran di dunia maya untuk memperkuat branding dan memperlebar pasar. Data Kominfo tahun 2017, UKM yang go-online baru 8% atau 3,79juta dari total pelaku UKM di Indonesia yaitu sekitar 59,2juta. UKM dapat memanfaatkan website, marketplace, hingga media sosial untuk memasarkan dan memperkuat branding produk. Tulisan dari McKinsey yang dirilis oleh Forbes menyebutkan website sebagai salah satu pengaruh keputusan seseorang membeli barang. Investasi website sebagai sarana go-online adalah investasi yang tepat untuk mengejar ketertinggalan UKM dalam hal digitalisasi dan pemasaran.
Banyak fitur teknologi yang terjangkau bahkan gratis yang bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produk. Selain itu juga banyak tersedia tutorial dan e-book mengembangkan kehadiran di internet yang bisa diakses online seperti yang disediakan Niagahoster. Untuk melakukan branding produk di era revolusi industri 4.0, pemilik UKM dapat melakukan cross-marketing menggunakan media sosial, website, dan offline marketing, dan mencoba teknik pembuatan konten foto dan tulisan yang menarik.
Demi mewujudkan ekosistem UKM yang konsisten dan inovatif, pemerintah pusat dan daerah pun bahu membahu mengerahkan berbagai upaya. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat di Kota Yogyakarta. Sebagai salah satu kota sentra kerajinan dan kebudayaan di Indonesia, pemerintah Kota Yogyakarta membuka kesempatan UKM untuk berkembang dan berinovasi, salah satunya melalui penyederhanaan izin pendirian UKM yang kini hanya cukup sampai di level kecamatan saja. Pemerintah Yogyakarta juga rajin berkolaborasi dengan marketplace, inkubator, dan organisasi lainnya untuk menciptakan atmosfer bisnis yang adaptif dengan perkembangan teknologi.
Momentum pelemahan rupiah saat ini merupakan momentum pelaku UKM ditantang untuk kembali ‘menyelamatkan’ perekonomian Indonesia. Dengan kolaborasi antara kebijakan pemerintah yang terarah dan peran masyarakat mendukung produk lokal, UKM akan terbantu untuk terus menjadi pilar perekonomian nasional Indonesia.
Bagi kondisi perekonomian nasional, pelemahan rupiah mengancam beberapa perusahaan, terutama perusahaan di sektor manufaktur dan perusahaan yang memerlukan bahan-bahan impor pada proses produksi. Namun bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) Indonesia yang memanfaatkan bahan baku lokal dan memasarkan produk di dalam negeri, momentum ini dapat menjadi peluang bisnis. Sektor UKM yang rata-rata memberdayakan sumber daya lokal, baik dari SDM maupun bahan baku, menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dan meningkatkan pendapatan nasional negara.
Sebagai salah satu pilar utama penopang perekonomian nasional, UKM Indonesia juga harus berkembang dan mempersiapkan diri menghadapi kondisi perekonomian global yang berdampak pada pelemahan rupiah. Apa saja yang perlu dipersiapkan oleh UKM?
Menjaga Kualitas Produk UKM
Salah satu permasalahan klasik preferensi masyarakat Indonesia dalam membeli produk lokal adalah kualitasnya yang berbeda dan cenderung lebih rendah daripada produk luar negeri. Sejak dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015, Presiden Jokowi melalui kementerian terkait selalu mengingatkan pentingnya meningkatkan kualitas produk-produk made in Indonesia. Dengan kualitas produk yang baik, maka daya saing pun akan meningkat.Untuk mendorong peningkatan kualitas produk UKM, pemerintah menetapkan standarisasi nasional berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diharapkan memacu UKM untuk memiliki kualitas produk yang konsisten dan siap bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri. Badan Standarisasi Nasional (BSN) pun telah berkomitmen untuk membantu UKM untuk mengurus sertifikat SNI. Kualitas produk UKM yang bersaing akan memperkuat preferensi masyarakat memilih produk lokal dibanding dengan produk luar negeri.
Menjaga kualitas tidak hanya mencakup pada kualitas produk dan kemasan, tetapi juga kualitas karyawan, ketepatan produksi dan ketersediaan barang, hingga distribusi. Pengalaman berbelanja produk UKM yang berkualitas akan membuat konsumen lebih senang mereferensikan produk tersebut kepada teman dan kerabat lainnya.
Memperkuat Branding dan Pemasaran Produk UKM
Demi menjaga nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan upaya-upaya defensif seperti penyesuaian tarif impor hingga menghimbau masyarakat untuk menunda membeli barang-barang elektronik. Pemerintah juga mendorong masyarakat untuk membeli produk lokal. Dengan mengonsumsi produk lokal, masyarakat membantu menjaga perputaran rupiah di dalam negeri. UKM harus bersiap-siap menerima bertambahnya permintaan produk lokal, salah satunya dengan memperkuat branding dan pemasaran di pasar dalam negeri. Kualitas produk UKM yang baik harus disertai dengan branding dan pemasaran produk yang baik pula.Di era digital ini, UKM dapat memaksimalkan kehadiran di dunia maya untuk memperkuat branding dan memperlebar pasar. Data Kominfo tahun 2017, UKM yang go-online baru 8% atau 3,79juta dari total pelaku UKM di Indonesia yaitu sekitar 59,2juta. UKM dapat memanfaatkan website, marketplace, hingga media sosial untuk memasarkan dan memperkuat branding produk. Tulisan dari McKinsey yang dirilis oleh Forbes menyebutkan website sebagai salah satu pengaruh keputusan seseorang membeli barang. Investasi website sebagai sarana go-online adalah investasi yang tepat untuk mengejar ketertinggalan UKM dalam hal digitalisasi dan pemasaran.
Banyak fitur teknologi yang terjangkau bahkan gratis yang bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produk. Selain itu juga banyak tersedia tutorial dan e-book mengembangkan kehadiran di internet yang bisa diakses online seperti yang disediakan Niagahoster. Untuk melakukan branding produk di era revolusi industri 4.0, pemilik UKM dapat melakukan cross-marketing menggunakan media sosial, website, dan offline marketing, dan mencoba teknik pembuatan konten foto dan tulisan yang menarik.
Konsistensi dan Inovasi
Dua aspek ini adalah tantangan dalam menjalankan bisnis. Di tengah semakin banyaknya pebisnis-pebisnis baru, pelaku UKM dituntut untuk tetap konsisten dan inovatif dalam menjalankan bisnisnya. Dengan perkembangan teknologi saat ini, pelaku UKM diajak untuk terus beradaptasi dengan perubahan yang cepat, baik dari segi produksi hingga distribusi. Dalam berbagai kesempatan bicara, Prof. Rhenald Kasali mengatakan para pelaku UKM tidak boleh ‘gagal move on’ menghadapi perubahan yang cepat. Inovasi dan pemanfaatan teknologi adalah kunci sebuah bisnis dapat berjalan secara konsisten.Demi mewujudkan ekosistem UKM yang konsisten dan inovatif, pemerintah pusat dan daerah pun bahu membahu mengerahkan berbagai upaya. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat di Kota Yogyakarta. Sebagai salah satu kota sentra kerajinan dan kebudayaan di Indonesia, pemerintah Kota Yogyakarta membuka kesempatan UKM untuk berkembang dan berinovasi, salah satunya melalui penyederhanaan izin pendirian UKM yang kini hanya cukup sampai di level kecamatan saja. Pemerintah Yogyakarta juga rajin berkolaborasi dengan marketplace, inkubator, dan organisasi lainnya untuk menciptakan atmosfer bisnis yang adaptif dengan perkembangan teknologi.
Momentum pelemahan rupiah saat ini merupakan momentum pelaku UKM ditantang untuk kembali ‘menyelamatkan’ perekonomian Indonesia. Dengan kolaborasi antara kebijakan pemerintah yang terarah dan peran masyarakat mendukung produk lokal, UKM akan terbantu untuk terus menjadi pilar perekonomian nasional Indonesia.
Post A Comment:
0 comments: