Sejarah dan Perkembangan Uang Rupiah - Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (USD) pada tanggal 5 Januari 2016 berada pada angka yang agak mengkhawatirkan yaitu di Rp13.835. Meski tidak sebesar beberapa bulan lalu, tapi angka ini menunjukkan kalau Dollar AS atau USD masih sangat kokoh dan tangguh. Tidak hanya terhadap Rupiah bahkan terhadap beberapa mata uang nega lainnya.
Data tersebut berasal dari Google.com, sementara berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, posisi Rupiah pada level Rp13.931/USD. Posisi ini melemah sekitar 33 poin dari penutupan sebelumnya yang berada pada level Rp13.898/USD. Itu adalah sedikit gambaran mengenai kekuatan mata uang negara kita saat ini. Rupiah adalah mata uang yang dikelola bersama antara Bank Indonesia dengan Kementrian Keuangan sebagai representasi Pemerintah.
Uang Belanda yang beredar itu kemudian ditarik dari peredarannya ketika kedatangan para penjajah Jepang. Itu terjadi sekitar tahun 1942. Pemerintah Jepang mengganti uang yag beredar itu dengan uang mereka sendiri yang diterbitkan oleh bank Nanpo Kaihatsu Ginko. Walaupun mata uangnya masih menggunakan bahasa Belanda, yang disebut "Gulden Hindia Belanda".
Ketika masa pendudukan Jepang akan berakhir, sebagai upaya untuk menarik hati masyarakat Indoensia, pemerintah Jepang menerbitkan mata uang baru dengan menggunakan bahasa Indonesia, nama mata uang itu adalah Rupiah Hindia Belanda.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekannya, mata uang baru yang beredar itu banyak digunakan dalam transaksi yang terjadi di kalangan masyarakat Indoensia. Semua mata uang, baik itu terbitan Hindia Belanda maupun terbitan Jepang semuanya berlaku untuk digunakan sebagai transaksi, sebab pada masa itu negara sedang mengalami kondisi ekonomi yang masih kacau balau.
Kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil itu semakin diperparah dengan kedatangan para sekutu yang mencoba mengambil alih kekuasaan Indonesia. Tentara sekutu yang terkenal dengan sebutan NICA (netherlands Indies Civil Administration) itu datang dan menarik semua uang yang beredar dari masyarakat Indonesia, dan menggantinya dengan mata uang baru bernama "Gulden NICA" atau uang NICA.
Para pejuang kemerdekaan jelas menolak uang NICA tersebut, Karena uang itu menampilkan gambar Ratu Wilhelmina, (Kepala Negara Belanda saat itu), lambang kerajaannya, dan dicetak dengan menggunakan bahasa Belanda. Ketika uang NICA sudah mulai memasuki kawasan Pulau Jawa, Bung Karno dengan sigap mendeklarasikan bahwa uang itu adalah ilegal. Sementara ia mengatakan kalau legal Indonesia adalah uang terbitan Jepang yang saat itu masih dijadikan pilihan sebagai alat pembayaran dan bisa digunakan di kawasan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Setelah itu, Pemerintah Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, langsung mengambil langkah untuk segera membuat mata uang sendiri. Tapi hal itu terkendala dengan sumber daya untuk membuat dan mencetak mata uang itu. Bahkan pabrik-pabrik untuk mencetak uang saat itu selalu saja diserang sekutu, mereka berupaya untuk mencegah peredaran uang Indonesia.
Pada masa itu, semua uang terbitan Jepang harus segera ditukarkan dengan ORI. Sampai pada tahun 30 Oktober 1946, standar nilai tukar ORI ditetapkan dengan harga 50 Rupiah Hindia Belanda = 1 ORI. Dan pemerintah juga menetapkan bahwa 1 ORI memiliki nilai yang setara dengan 0.5 gram Emas. Sehingga dengan begitu, peredaran Rupiah Hindia Belanda dinyatakan ilegal dan tidak berlaku untuk digunakan di Indonesia.
Sayangnya, belakangan ORI sudah mulai bermasalah, karena mengalami masalah finansial yang sangat buruk. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia harus mencetak uang sebanyak mungkin dengan tujuan untuk menambah isi kas negara. Namun, pencetakkan uang yang semakin banyak ini membuat tingkat inflasi menjadi tidak terkendali, bahkan nilai tukarnya pun merosot. Awalnya nilai tukar ORI yang dari 5 Gulden NICA berubah menjadi 0.3 Gulden NICA. Itu terjadi pada pada bulan Maret 1947.
Sekitar bulan November 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) mulai mengakui kemerdekaan Indonesia, tetapi dalam kerangka Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS ini terdiri dari Jawa dan Sumatera, serta 15 negara kecil lainnya. Pada periode ini, kekacauan ekonomi yang terjadi di RIS adalah akibat dari banyaknya berbagai macam mata uang yang beredar di masyarakat. Seperti uang ORI, NICA, uang Jepang, dan uang Belanda selum pendudukan Jepang. Ditambah lagi dengan uang yang dicetak sendiri oleh daerah-daerah terpencil.
Kondisi ini sebisa mungkin dikontrol oleh RIS. RIS mengumumkan pelaksanaan Gunting Syafruddin pada tanggal 19 Maret 1950. Bahkan RIS juga pernah membuat uang sendiri, tetapi pendeklarasian dan peredarannya tidak begitu formal. Tapi uang RIS tidak berlaku lama, sebab kemerdekaan Indonesia sudah dideklarasikan secara formal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Menggantikan mata uang terbitan Belanda berdenominasi rendah dengan koin Rupiah pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen, serta penerbitan uang kertas 1 dan 2 1/2 Rupiah.
Menasionalisasikan De Javasche Bank yang merupakan bank sentral RIS menjadi Bank Indonesia. Bank Indonesia sudah mulai merilis uang kertas baru, mulai dari 1 Rupiah hingga 100 Rupiah pada tahun 1952-1953. Ini merupakan pertanda baru dalam sejarah republik Indonesia, karena sejak tahun itu Bank Indonesia memiliki tugas untuk menerbitkan dan mengedarkan uang kertas Rupiah.
Namun, uang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia itu belum sepenuhnya menutup permasalahan ekonomi bangsa ini. Inflasi yang tidak terkendali selalu terjadi. Nilai tukar Rupiah pun selalu anjlok dengan cepat. Tercatat, nilai tukar Rupiah pada Maret 1950 adalah 1.60 per Dolar AS. Hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun, nilai tukarnya naik seribu persen menjadi 90 per dollar AS pada Desember 1958. Pada tahun 1959, kondisi yang terpuruk seperti itu memaksa pemerintah Indoensia untuk melakukan devaluasi Rupiah.
Tap upaya devaluasi itu gagal, lalu pemerintah coba melakukan devaluasi lagi pada tahun berikutnya, tapi tetap sama saja keadaannya. Hingga akhirnya sampai pada rezim Soeharto, kondisi nilai tukar Rupiah sudah bisa distabilkan. Pada awal orde baru, Bank Indonesia sudah diberi kewenangan untuk melakukan percetakan dan penerbitan uang, baik itu berupa uang logam maupun uang kertas. Bank Indonesia juga berwenang ntuk mengatur peredaran uang itu. Hingga muncul Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang mendorong penerbitan uang NKRI pada tanggal 17 Agustus lalu.
Di samping itu, semua uang lama yang sempat berlaku dan beredar di masyarakat saat ini umumnya bisa diperjualbelikan dengan harga eksklusif bagi mereka para kolektor uang lama. Uang lama ini dinilai berdasarkan keunikan dan nilai sejarahnya, bahkan uang kertas 10.000 Rupiah yang bergambar relief Candi Borobudur di atas, diperdagangkan dengan harga sangat mahal di antara kolektor uang lama.
Tidak cuma itu, sudah banyak seri atau pecahan Rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengganti, memperbaiki, dan menyempurnakan mata uang ini. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Rupiah merupakan cermin dari Indonesia. Sebagai salah satu kebanggaan negara, sudah selayaknya Rupiah diakui, dibanggakan, dan dijaga oleh setiap warga negara Indonesia.
Sejarah dan Perkembangan Uang Rupiah |
Data tersebut berasal dari Google.com, sementara berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, posisi Rupiah pada level Rp13.931/USD. Posisi ini melemah sekitar 33 poin dari penutupan sebelumnya yang berada pada level Rp13.898/USD. Itu adalah sedikit gambaran mengenai kekuatan mata uang negara kita saat ini. Rupiah adalah mata uang yang dikelola bersama antara Bank Indonesia dengan Kementrian Keuangan sebagai representasi Pemerintah.
Sejarah Rupiah Sebelum Masa Kemerdekaan RI
Saat ini Rupiah adalah mata uang negara Indonesia. Tapi, tahukah Anda kalau ternyata Rupiah itu bukanlah satu-satunya mata uang yang pernah ada dan berlaku di Indonesia? Pada masa kerajaan dulu, masyarakat pernah menggunakan uang sebagai bentuk transaki. Di mana uang zaman kerajaan dulu masih berupa koin logam. Nah ketika negara kita didatangi para penjajah yang sudah mengenal uang kertas, maka negara kita pun ikut memakai uang kertas. Contohnya saja ketika masa pemerintahan Hindia Belanda, di mana nama mata uang yang digunakan adalah Sen dan Gulden yang diterbitkan oleh De Javasche Bank.Uang Belanda yang beredar itu kemudian ditarik dari peredarannya ketika kedatangan para penjajah Jepang. Itu terjadi sekitar tahun 1942. Pemerintah Jepang mengganti uang yag beredar itu dengan uang mereka sendiri yang diterbitkan oleh bank Nanpo Kaihatsu Ginko. Walaupun mata uangnya masih menggunakan bahasa Belanda, yang disebut "Gulden Hindia Belanda".
Ketika masa pendudukan Jepang akan berakhir, sebagai upaya untuk menarik hati masyarakat Indoensia, pemerintah Jepang menerbitkan mata uang baru dengan menggunakan bahasa Indonesia, nama mata uang itu adalah Rupiah Hindia Belanda.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekannya, mata uang baru yang beredar itu banyak digunakan dalam transaksi yang terjadi di kalangan masyarakat Indoensia. Semua mata uang, baik itu terbitan Hindia Belanda maupun terbitan Jepang semuanya berlaku untuk digunakan sebagai transaksi, sebab pada masa itu negara sedang mengalami kondisi ekonomi yang masih kacau balau.
Kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil itu semakin diperparah dengan kedatangan para sekutu yang mencoba mengambil alih kekuasaan Indonesia. Tentara sekutu yang terkenal dengan sebutan NICA (netherlands Indies Civil Administration) itu datang dan menarik semua uang yang beredar dari masyarakat Indonesia, dan menggantinya dengan mata uang baru bernama "Gulden NICA" atau uang NICA.
Para pejuang kemerdekaan jelas menolak uang NICA tersebut, Karena uang itu menampilkan gambar Ratu Wilhelmina, (Kepala Negara Belanda saat itu), lambang kerajaannya, dan dicetak dengan menggunakan bahasa Belanda. Ketika uang NICA sudah mulai memasuki kawasan Pulau Jawa, Bung Karno dengan sigap mendeklarasikan bahwa uang itu adalah ilegal. Sementara ia mengatakan kalau legal Indonesia adalah uang terbitan Jepang yang saat itu masih dijadikan pilihan sebagai alat pembayaran dan bisa digunakan di kawasan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Setelah itu, Pemerintah Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, langsung mengambil langkah untuk segera membuat mata uang sendiri. Tapi hal itu terkendala dengan sumber daya untuk membuat dan mencetak mata uang itu. Bahkan pabrik-pabrik untuk mencetak uang saat itu selalu saja diserang sekutu, mereka berupaya untuk mencegah peredaran uang Indonesia.
Oeang Republik Indonesia
Dengan perjuangan gigih, pemerintah Indonesia akhirnya bisa mencetak dan menerbitkan uang sendiri. Uang pertama yang diterbitkan adalah “Oeang Republik Indonesia”. Atau yang lebih dikenal dengan sebutan ORI. Uang itu diterbitkan pada tanggal 3 Oktober 1946.Pada masa itu, semua uang terbitan Jepang harus segera ditukarkan dengan ORI. Sampai pada tahun 30 Oktober 1946, standar nilai tukar ORI ditetapkan dengan harga 50 Rupiah Hindia Belanda = 1 ORI. Dan pemerintah juga menetapkan bahwa 1 ORI memiliki nilai yang setara dengan 0.5 gram Emas. Sehingga dengan begitu, peredaran Rupiah Hindia Belanda dinyatakan ilegal dan tidak berlaku untuk digunakan di Indonesia.
Sayangnya, belakangan ORI sudah mulai bermasalah, karena mengalami masalah finansial yang sangat buruk. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia harus mencetak uang sebanyak mungkin dengan tujuan untuk menambah isi kas negara. Namun, pencetakkan uang yang semakin banyak ini membuat tingkat inflasi menjadi tidak terkendali, bahkan nilai tukarnya pun merosot. Awalnya nilai tukar ORI yang dari 5 Gulden NICA berubah menjadi 0.3 Gulden NICA. Itu terjadi pada pada bulan Maret 1947.
Sekitar bulan November 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) mulai mengakui kemerdekaan Indonesia, tetapi dalam kerangka Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS ini terdiri dari Jawa dan Sumatera, serta 15 negara kecil lainnya. Pada periode ini, kekacauan ekonomi yang terjadi di RIS adalah akibat dari banyaknya berbagai macam mata uang yang beredar di masyarakat. Seperti uang ORI, NICA, uang Jepang, dan uang Belanda selum pendudukan Jepang. Ditambah lagi dengan uang yang dicetak sendiri oleh daerah-daerah terpencil.
Kondisi ini sebisa mungkin dikontrol oleh RIS. RIS mengumumkan pelaksanaan Gunting Syafruddin pada tanggal 19 Maret 1950. Bahkan RIS juga pernah membuat uang sendiri, tetapi pendeklarasian dan peredarannya tidak begitu formal. Tapi uang RIS tidak berlaku lama, sebab kemerdekaan Indonesia sudah dideklarasikan secara formal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejarah Rupiah Setelah Kelahiran Bank Indonesia
Setelah NKRI lahir, pemerintah Indonesia pun berusaha sekuat tenaga menghapuskan berbagai bentuk pengaruh dari Belanda, terutama pengaruh dalam sistem keuangan Indonesia. Upaya tersebut antara lain;Menggantikan mata uang terbitan Belanda berdenominasi rendah dengan koin Rupiah pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen, serta penerbitan uang kertas 1 dan 2 1/2 Rupiah.
Menasionalisasikan De Javasche Bank yang merupakan bank sentral RIS menjadi Bank Indonesia. Bank Indonesia sudah mulai merilis uang kertas baru, mulai dari 1 Rupiah hingga 100 Rupiah pada tahun 1952-1953. Ini merupakan pertanda baru dalam sejarah republik Indonesia, karena sejak tahun itu Bank Indonesia memiliki tugas untuk menerbitkan dan mengedarkan uang kertas Rupiah.
Namun, uang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia itu belum sepenuhnya menutup permasalahan ekonomi bangsa ini. Inflasi yang tidak terkendali selalu terjadi. Nilai tukar Rupiah pun selalu anjlok dengan cepat. Tercatat, nilai tukar Rupiah pada Maret 1950 adalah 1.60 per Dolar AS. Hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun, nilai tukarnya naik seribu persen menjadi 90 per dollar AS pada Desember 1958. Pada tahun 1959, kondisi yang terpuruk seperti itu memaksa pemerintah Indoensia untuk melakukan devaluasi Rupiah.
Tap upaya devaluasi itu gagal, lalu pemerintah coba melakukan devaluasi lagi pada tahun berikutnya, tapi tetap sama saja keadaannya. Hingga akhirnya sampai pada rezim Soeharto, kondisi nilai tukar Rupiah sudah bisa distabilkan. Pada awal orde baru, Bank Indonesia sudah diberi kewenangan untuk melakukan percetakan dan penerbitan uang, baik itu berupa uang logam maupun uang kertas. Bank Indonesia juga berwenang ntuk mengatur peredaran uang itu. Hingga muncul Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang mendorong penerbitan uang NKRI pada tanggal 17 Agustus lalu.
Di samping itu, semua uang lama yang sempat berlaku dan beredar di masyarakat saat ini umumnya bisa diperjualbelikan dengan harga eksklusif bagi mereka para kolektor uang lama. Uang lama ini dinilai berdasarkan keunikan dan nilai sejarahnya, bahkan uang kertas 10.000 Rupiah yang bergambar relief Candi Borobudur di atas, diperdagangkan dengan harga sangat mahal di antara kolektor uang lama.
Aku Cinta Rupiah!
Rupiah sudah mengalami banyak perkembangan seiring berkembangnya bangsa ini. Di mana dulu dia sempat dianggap ilegal ketika ORI menjadi mata uang resmi pemerintah dan sempat tergantikan oleh mata uang RIS. Pada hakikatnya, seluruh mata uang tersebut sebenarnya sudah menjadi bagian dari sejarah Rupiah sebagai sebuah mata uang resmi negara Indonesia. Hingga sekarang, sudah banyak pahlawan, daerah, dan kebudayaan yang gambarnya masuk di mata uang Rupiah.Tidak cuma itu, sudah banyak seri atau pecahan Rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengganti, memperbaiki, dan menyempurnakan mata uang ini. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Rupiah merupakan cermin dari Indonesia. Sebagai salah satu kebanggaan negara, sudah selayaknya Rupiah diakui, dibanggakan, dan dijaga oleh setiap warga negara Indonesia.
Post A Comment:
0 comments: